Custom Search

24 Desember, 2008

Menata Permukiman Tradisional, Pola Baru Transmigrasi di Papua


KEPALA Dinas Permukiman dan Kependudukan Ir Mackbon mengatakan, Dinas Permukiman dan Kependudukan adalah dinas yang sangat strategis dalam menata dan membangun kawasan tertinggal di Papua. Tetapi, dinas ini perlu mendapat dukungan dari dinas-dinas dan badan lainnya.
Kalau kami bangun perumahan penduduk, maka Dinas Pekerjaan Umum harus mendukung kami termasuk membangun lokasi, jalan menuju permukiman/perumahan, dan pengairan. PLN tidak boleh tinggal diam namun harus bersedia mensuplai listrik. Demikian pula dinas kesehatan dan pendidikan segera membangun kantor pelayanan dan menempatkan tenaga di tempat itu," kata Mackbon.
Mekanisme jaring kerja serumpun tersebut mutlak diperlukan. Keseluruhan stake-holder yang tergabung dalam penataan permukiman tradisional memahami arti pembangunan permukiman tradisional itu.
Empat lembaga yang sangat erat hubungan kerjanya dengan dinas kependudukan dan permukiman adalah Bapedalda, Dinas Pendidikan dan Pengajaran, kesehatan, dan Dinas Tenaga Kerja. Pekerjaan dari empat instansi ini sangat terkait dengan pembangunan pemukiman dan kependudukan di Papua.
Namun, selama ini setiap instansi bekerja sendiri-sendiri, sehingga hasilnya tidak pernah dirasakan masyarakat. Masing-masing instansi membuat program kerja terpisah yang tidak saling terkait.
Satu sasaran proyek kadang-kadang diprogramkan dua atau lebih instansi, namun ini malah tidak pernah tuntas. Misalnya, pembuatan jalan menuju permukiman penduduk, baik dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota memiliki proyek yang sama di lokasi itu.
Hanya saja, sampai hari ini belum ada tindakan konkret dari Pemda setempat untuk mengatasi persoalan ini. Tiap instansi berjalan dengan cara, gaya, tradisi, dan teknik tersendiri.
***
RENCANA teknis satuan permukiman (RTSP) dalam rangka merehabilitasi desa-desa tradisional di Papua sebagai upaya menggantikan program transmigrasi yang dulunya lebih tertuju pada pengerahan penduduk dari luar provinsi Papua. Kegiatan ini melibatkan semua instansi pemerintah terkait.
Sampai dengan 31 Agustus 2001 jumlah pencadangan areal yang telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Gubernur sebanyak 2.100.760 hektar (ha) tersebar di sembilan kabupaten di Papua.
Rinciannya adalah, Kabupaten Jayapura dengan areal yang dicanangkan 201.150 ha dengan delapan RTSP, Manokwari 598.500 ha dengan 13 RTSP, Sorong 214.550 ha dengan enam RTSP, Nabire 135.610 ha dengan sembilan RTSP, Jayawijaya 1.500 ha tetapi belum ada RTSP, Merauke 155.000 ha dengan 10 RTSP, Fakfak 534.100 ha dengan 13 RTSP, Biak Numfor 100 ha dengan 100 RTSP, dan Yapen Waropen 260.250 ha dengan 260.250 RTSP.
Tahun anggaran 2002 dengan dukungan dana APBN, pemda merehabilitasi permukiman penduduk tradisional sebanyak 1.100 keluarga dan dari dana APBD Provinsi sebanyak 1.600 keluarga. Kabupaten Jayapura 250 keluarga, Manokwari 250, Sorong 130, Fakfak 130, Merauke 125, Nabire 225, Yapen Waropen 130, Biak Numfor 135, Kota Jayapura 130, Jayawijaya 30, dan Paniai 40 keluarga.
Namun, menurut Mackbon, program tersebut belum tentu bisa direalisasi dalam tahun 2002 sebab program penataan permukiman tahun 2001 belum selesai. Sekitar 2.400 unit perumahan belum dibangun karena persoalan hak ulayat, kemauan masyarakat yang berbeda-beda, dan kondisi geografis yang sangat sulit dijangkau.
Selain pembangunan perumahan juga ada lahan usaha. Pembagian lahan sesuai pola transmigrasi dengan luas lahan antara dua hektar sampai 2,5 hektar untuk pola usaha tani, tanaman pangan. Luas lahan yang dibagikan adalah dua ha per keluarga terdiri dari lahan pekarangan 0,5 ha, lahan usaha I seluas 0,5 ha, dan lahan usaha II dengan luas satu ha.
Sedangkan untuk pola usaha perkebunan, luas lahan yang dibagikan adalah 2,5 ha per keluarga, terdiri dari lahan pekarangan 0,5 ha dan kebun plasma 2,0 ha.
Setiap keluarga nantinya akan mendapat jatah satu unit bangunan rumah (RSS) tipe 36 dan di setiap UPT dilengkapi dengan fasilitas umum berupa balai desa, dua unit rumah ibadah berupa gereja.
Untuk menghubungkan UPT-UPT dengan kampung-kampung sekitar dan distrik (kecamatan) bahkan Kabupaten maka dibangun jalan poros maupun jalan-jalan penghubung, termasuk jembatan maupun gorong-gorong di sepanjang jalan yang dibangun.
Rasio penempatan yang selama ini telah ditetapkan sebesar 80 persen untuk TPA (transmigrasi penduduk asal) dan 20 persen untuk TPS (transmigrasi penduduk setempat). Kegiatan untuk transmigrasi penduduk setempat yakni penyuluhan, pendaftaran, seleksi, dan penempatan.
Proses distribusi penduduk lokal diawali dengan penyuluhan, pendaftaran, seleksi, dan pengiriman. Rasio penempatan sesuai kebijakan gubernur yakni untuk pola tanaman pangan 60 persen TPS dan 40 persen TPA. Sebelum ditempatkan, mereka perlu dibina. Seluruh calon TPS sebelumnya mengikuti pembinaan, kedudukan pelatih dalam pelatihan sebagai fasilitator.
Metode partisipatif sangat dibutuhkan dalam pembinaan, di mana terjadi komunikasi dua arah, terjadi pertukaran sikap dan pendapat, kebiasaan, pengetahuan, dan pengalaman antara pelatih dengan peserta atau antara peserta. Kegiatan belajar mengajar di luar kelas lebih ditingkatkan.
Dalam menempatkan peserta di lokasi permukiman, infrastruktur harus dibangun lebih awal karena merupakan kebutuhan vital dalam rangka pembangunan daerah. Terutama nantinya untuk mendukung mobilisasi manusia dan barang ke pusat kota.
Sarana fasilitas umum yang harus dibangun adalah kantor unit, gudang, balai desa, gedung ibadah, balai pengobatan, rumah kepala UPT, rumah petugas, dan pembimbing. Setiap pembangunan 100 unit rumah penduduk harus dibangun satu unit rumah ibadah yakni gereja.
Pengerahan calon peserta, lebih diarahkan pada pemberdayaan putra daerah. Bila dimungkinkan adanya TPA maka rationya 70 persen TPA dan 30 persen TPS.
Pola penempatan sesuai dengan desain tata letak, keinginan masyarakat dan tidak harus dipindahkan dari akar budayanya. Diupayakan agar minimal 50 keluarga per kampung untuk mempermudah pembinaan dan pendampingan.
Program penataan rumah penduduk lokal tahun anggaran 2001 sebanyak 1.052 keluarga tersebar di delapan kabupaten. Kabupaten Jayapura sebanyak 150 keluarga, Mimika 50 keluarga, Sorong 100, Manokwari 200, Merauke 200, Yapen Waropen 113, Nabire 100 dan Fakfak sebanyak 139 keluarga.
Dinas Permukiman dan Kependudukan terus melakukan studi identifikasi dan evaluasi terhadap wilayah-wilayah kumuh di semua kabupaten dan kota di Provinsi Papua, dalam rangka pembangunan permukiman sosial di wilayah perkotaan. Melakukan identifikasi, registrasi dan administrasi kependudukan pada semua kabupaten dan kota di Papua.
Mengatasi masalah hak ulayat, menurut Mackbon dilakukan dengan cara penempatan dan pembangunan permukiman sesuai suku-suku sehingga tetap berada di hak ulayat mereka. Dan, selama ini desa-desa tradisional terdiri dari satu atau dua suku. Mereka tidak saling campur aduk antara suku yang satu dengan lainnya, kecuali di dalam kota kabupaten.
Menjadi persoalan, apakah suku yang hanya memiliki hak ulayat di wilayah paling terpencil dan sulit dilalui, pemerintah tetap membangun di lokasi itu. Ini perlu kerja sama antara beberapa suku sehingga mereka dapat menerima keadaan, untuk ditempatkan di lokasi yang dapat dijangkaui kendaraan roda empat.
Pemda tetap harus melakukan studi kelayakan terpadu terhadap wilayah dan kampung penduduk potensial yang akan dilakukan pembangunan permukiman baru, pemugaran, penataan, dan pembinaan penduduk. Studi dan analisis dampak perubahan penduduk.
Perlu diperhatikan pula akurasi data kependudukan, peta penyebaran penduduk, penetapan potensi permukiman kota, kampung, dan transmigrasi. Peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan kependudukan.
Pembinaan penataan penduduk lokal dan UPT yang ada berupa pembinaan bantuan Jadup (jaminan hidup) beras dan nonberas untuk 2.150 keluarga, pemberian paket pertanian untuk 2.150 keluarga, pembinaan sosial budaya, pembinaan sosial ekonomi, pembinaan kelembagaan, dan pemerintahan kampung serta pelatihan keterampilan penduduk setempat.
***
TUGAS yang paling berat adalah bagaimana menjadikan lokasi permukiman yang dikembangkan itu menjadi sentra produksi pertanian seperti lokasi transmigrasi yang ada. Bagaimana sistem ini segera mensuplai kebutuhan hidup seperti sayur mayur, buah-buahan, bumbu masak, dan lain-lain yang dikembangkan di lokasi transmigrasi selama ini, ke pusat kota kabupaten (provinsi).
Agak sulit memaksakan penduduk yang tadinya hidup bergantung dari hasil alam dan berpindah-pindah tempat, kemudian harus memulai menata hidup baru dengan sistem pertanian terpadu dan menetap. Mereka tidak memiliki dasar bertani secara modern dan menghasilkan produk yang memuaskan.
Pemda harus menunggu waktu antara 10-15 tahun kemudian, lokasi permukiman itu dapat menghasilkan produksi pertanian yang dapat dinikmati hasilnya untuk masyarakat Papua. Ini pun perlu pendamping dan bimbingan terusmenerus.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Papua, Mansur Siradz, sangat sulit merubah mental masyarakat tradisional dalam waktu singkat menjadi petani yang memiliki keterampilan pertanian modern, pengusaha, pedagang, dan menggerakkan ekonomi kerakyatan seperti yang dijalankan para peserta transmigrasi sebelumnya. Kita butuh waktu puluhan tahun dan puluhan generasi baru untuk merubah semua pola dan tradisi hidup masyarakat saat ini.
"Jangan pikir, dengan perbaikan desa-desa tradisional di Papua lalu masyarakat akan maju dengan sendirinya. Rumah yang baik, listrik, transpotrasi, dan pendidikan diperbaiki tetapi kalau mental masyarakat tidak berubah, ya sama saja," katanya.
Rehabilitasi desa tradisional menjadi desa semikota seharusnya diikuti dengan aktivitas masyarakat setempat di bidang perdagangan, transportasi, dan berbagai kegiatan bernilai ekonomis. Ini, tidak mungkin dijalankan penduduk asli dalam waktu singkat.
Mental santai, minum-minuman keras dan mabuk-mabukan, cepat puas dengan apa yang diperoleh, ingin mendapatkan sesuatu secara gampang, masih kuat mengakar di dalam masyarakat Papua.
Karena itu, perlu dipikirkan kehadiran warga pendatang yang sudah lama berdomisili di Papua terutama di dalam kota menuju lokasi itu. Tetapi, kehadiran mereka pun harus diatur sehingga tidak lagi muncul unsur monopoli perekonomian dan pertanian di daerah itu.
Menurut Siradz, pembauran pendatang dengan penduduk asli tidak menimbulkan persoalan kalau diatur dengan perda. Pemda jangan secara tegas menolak kehadiran pendatang. Bagaimana pun, Papua itu bisa maju, salah satunya memang karena andil pendatang. (KOR)


Sumber: Kompas/ Senin, 4 November 2002

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com